Moskow, Purna Warta – Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan para pemimpin Israel telah memintanya untuk menyampaikan pesan kepada Iran bahwa mereka tidak menginginkan konfrontasi lebih lanjut dengan Iran dan ingin meredakan ketegangan.
Baca juga: Warga Palestina yang Mengungsi Mulai Kembali ke Gaza Utara Seiring Mundurnya Rezim Israel
Ketegangan antara Iran dan Israel meningkat setelah rezim pendudukan melancarkan agresi yang tidak beralasan terhadap Iran pada 13 Juni, yang memicu perang 12 hari. Rezim tersebut membunuh para komandan tinggi dan ilmuwan nuklir serta menewaskan ratusan warga sipil di seluruh negeri. Amerika Serikat juga melakukan intervensi, mengebom tiga lokasi nuklir Iran yang merupakan pelanggaran hukum internasional.
Perang 12 hari berakhir pada 24 Juni, setelah serangan balasan Iran yang menghancurkan, yang menargetkan posisi Israel dan AS, memaksa Israel untuk menghentikan agresinya dan memasuki gencatan senjata sepihak.
Berpidato di KTT Asia Tengah-Rusia di Dushanbe pada hari Kamis, Putin mengatakan bahwa otoritas Israel telah memintanya untuk menyampaikan pesan kepada Iran.
“Kami melanjutkan kontak berbasis kepercayaan dengan Israel dan menerima sinyal dari pimpinan Israel yang meminta agar hal ini disampaikan kepada teman-teman Iran kami bahwa Israel bermaksud dan bertekad untuk menyelesaikan masalah ini lebih lanjut, dan tidak tertarik pada bentuk konfrontasi apa pun,” ujarnya.
Putin juga mengatakan bahwa satu-satunya cara yang layak untuk mengatasi kekhawatiran tentang program nuklir damai Iran adalah melalui diplomasi. “Selain itu, hanya melalui diplomasi dan negosiasi situasi seputar program nuklir Iran dapat diselesaikan. Tidak ada alternatif yang masuk akal untuk itu,” ujarnya.
“Kami menjaga hubungan erat dengan mitra-mitra Iran kami dan merasakan tekad mereka untuk mencari solusi yang dapat diterima bersama dan memperbarui kerja sama yang konstruktif dengan IAEA,” tambah presiden Rusia.
Moskow baru-baru ini menjamu Direktur Jenderal IAEA, Rafael Grossi, dan membahas topik tersebut secara rinci, ujar Putin, seraya menambahkan bahwa Grossi juga menyoroti aspirasi pihak Iran untuk menyelesaikan semua masalah. “Masih ada pertanyaan teknis, tetapi semuanya, setelah kesepakatan yang dicapai diimplementasikan, akan mengarah pada pencapaian penyelesaian akhir atas masalah regional yang sangat kompleks ini,” tambahnya.
Baca juga: Iran Kecam Hadiah Nobel Perdamaian untuk Pembela Genosida Gaza sebagai ‘Ejekan Perdamaian’
Iran mengatakan eskalasi terbaru atas program nuklirnya merupakan akibat langsung dari ingkar janji dan tindakan melanggar hukum oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya di Eropa.
Teheran menandatangani Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) pada tahun 2015, menerima pembatasan ketat terhadap aktivitas nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi. Namun pada tahun 2018, Washington secara sepihak membatalkan kesepakatan tersebut. Eropa gagal memenuhi komitmen mereka, sehingga Iran tidak punya pilihan selain mengurangi kewajibannya secara bertahap.
Situasi memburuk pada bulan Juni, ketika Amerika Serikat dan Israel melakukan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran. Sebagai tanggapan, Teheran mengakhiri kerja sama dengan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), yang sebagian menunjukkan ketidakpedulian badan tersebut terhadap agresi tersebut.
Pada 28 Agustus, trio Eropa tersebut menggunakan mekanisme snapback JCPOA untuk memulihkan sanksi PBB. Iran menolak langkah tersebut sebagai tindakan yang tidak sah, menekankan bahwa AS telah menarik diri dari perjanjian tersebut dan bahwa Eropa telah bersekutu dengan tekanan yang melanggar hukum.
Rusia dan Tiongkok berusaha memperluas diplomasi, tetapi proposal mereka gagal di Dewan Keamanan pada 26 September. Dua hari kemudian, Washington dan sekutunya menyatakan sanksi diberlakukan kembali.
Teheran menandatangani perjanjian dengan IAEA di Kairo pada bulan September untuk kerangka kerja sama baru. Namun, para pejabat Iran kemudian bersikeras bahwa perjanjian tersebut tidak akan dilaksanakan jika sanksi dilanjutkan.


